![]() |
Danau Sentani - photo by © adeetyo |
Pernah dengar tentang Papua??? Atau Irian Jaya??? Saya berani yakin, begitu saya sebut kata Papua atau Irian pikiran anda langsung tertuju pada Freeport atau kerusuhan atau malaria.
Saya juga heran kenapa media selalu memunculkan Papua hanya jika ada kerusuhan di Pulau ini. Padahal banyak hal menarik dari Papua yang boleh dibilang unik. Ya… Papua itu unik. Masyarakatnya, alamnya, maupun suasananya. “Papua itu Eksotis Mas…” kata rekan kerja saya di Jakarta, dan saya setuju…
Izinkan saya bercerita mengenai Papua (diizinkan atau tidak, saya teteup akan bercerita… :D), menurut versi saya tentunya. Ceritanya pun suka-suka saya, jadi sebelum anda kecewa saya sarankan anda persiapkan fisik dan mental sebelum membacanya supaya anda bisa mengontrol emosi jiwa klo kecewa nantinya… Atau klo memang anda yakin ceritanya akan tidak bagus, lebih baik cukup sampai disini membacanya daripada menyesal kemudian…
Masih mau lanjut??? Okelah klo beggitu… yang jelas saya sudah peringatkan sebelumnya :D
Saya bekerja di sebuah perusahaan perkebunan yang bertempat di “agak” pedalaman Papua, tepatnya ± 175 Km barat daya kota Jayapura yang merupakan ibukota Provinsi Papua.
“Klo cuma jarak segitu mah deket Mas, bukan pedalaman namanya…”
Ya, jika pembandingnya adalah jalan di Pulau Jawa. Selama saya bekerja, saya jadi punya pandangan sendiri mengenai jarak atau jauh dekatnya sebuah tempat. Semua tergantung dari kondisi jalan dan alat transportasinya. Anda mungkin tidak percaya jika jarak segitu ditempuh dalam waktu 3 Hari!!! Padahal dengan menggunakan mobil…
Tapi itu dulu, tahun 2005. Sekarang bisa ditempuh dengan waktu 6 jam saja, jika kondisi cuaca memungkinkan. “Klo cuaca ga mendukung gimana mas?” Yah, banyak2 berdoa aja supaya tidak bermalam di jalan…
Oh iya, tempat yang saya ceritakan itu bernama Lereh, terletak di Distrik (semacam Kecamatan) Kaureh Kabupaten Jayapura. Tempat yang boleh dibilang agak sedikit ramai… Saya tidak bisa membayangkan betapa sepinya dan terpencilnya tempat itu jika perusahaan tempat saya bekerja tidak ada di sana.
Welcome Dance dan Bahasa Indonesia
Kita kembali ke waktu, jauh sebelum saya menginjakkan kaki di Lereh. Waktu dimana saya menginjakkan kaki di pintu gerbang Papua, Bandara Sentani. ( Cerita tentang Lereh-nya kapan-kapan aja ya... )
Jika anda tiba di suatu tempat seperti bandara atau hotel, biasanya ada penyambutan welcome dance atau sejenisnya bagi para pelancong yang datang… Dan “beruntunglah” saya, karena di sambut dengan –bukan dengan welcome dance- melainkan dengan Anjing!!! Babi!!!
“Masih mending disambut mas, daripada sampeyan disambit…”
Ya, begitu menginjakkan kaki di bandara Sentani, Jayapura saya langsung disambut oleh dua orang buruh angkut penduduk asli yang saling memaki tepat di depan muka saya, dan drama itu pun berlanjut dengan baku pukul, baku kejar, dan baku hantam… Saya langsung bengong :o dan anehnya saya malah menonton dengan seksama sambil sesekali tersenyum, meringis, mengaduh, meludah, dsb…
Baru saya ketahui kemudian ternyata mereka berebut customer… Tapi ketika saya jumpai dua manusia itu diluar bandara, mereka berdua sedang asyik berbagi pinang (chewing gum ala Papua hehehehe…) seakan lupa dengan kejadian tadi, AJAIB…
“Selamat Pagi Bapak, boleh saya bantu membawa barang Bapak?” Wow, Bahasa Indonesia… Saya agak takjub ternyata mereka sopan dan berbahasa Indonesia dengan baik dan benar… Percakapan selanjutnya dilanjutkan dengan bahasa Indonesia yang sesungguhnya. Tidak seperti percakapan di Bandara Soetta: “Mo kemane mas? Naek taksi aja ya…” atau di Stasiun Purwokerto: “Arep ngendi mas? Numpak ojek bae lah…”. Kembali ke bandara Sentani, saya perhatikan semua Berbahasa Indonesia.
Sebuah acungan jempol (tangan tentunya) untuk masyarakat Pulau ini. Biasanya orang Indonesia berbicara dengan bahasa lisan yang lugas dan mudah dimengerti, yang terkadang dicampur dengan dialek bahasa daerah setempat. Walaupun saya mengerti maskudnya, tapi saya agak kurang suka, seperti sok akrab gitu… Tidak semua orang yang ke Purwokerto adalah orang jawa, tidak semua orang yang ke Jakarta adalah orang Indonesia. Kesan pertama pada tamu menurut saya sangat penting, dan di Papua (walaupun di awal disambut dengan drama action) saya disambut oleh orang Indonesia yang menunjukkan citra Bangsa…
Papua tidak Seram
Jujur, awalnya saya agak penasaran dengan Papua karena di Perusahaan tempat saya bekerja Papua merupakan momok bagi para staff-nya. Jika ada seorang staff di mutasi ke Papua biasanya langsung resign atau angkat kaki dari perusahaan, atau menerima keputusan tersebut dengan keputusasaan. Saya masih ingat ketika saya pamit dengan para karyawan dan staff di Kantor Pekanbaru (saya dulu berdinas di Pekanbaru), semua memandang dengan pandangan kasihan seolah mereka berkata “Saya ikut berduka cita..” atau “Tamatlah riwayatmu Nak..” atau “Engkau masih muda, tapi hidupmu harus berakhir begitu cepat…” dari sekian banyak hanya satu yang berpandangan positif “Wah, ke Papua ya… Selamat ya, bakal dapet pengalaman baru dong. Tenang aja, temen saya di Papua dan dia baik2 aja.”
Apa yang sebenarnya mereka takutkan? Pertama adalah Malaria, yang merupakan penyakit endemic di Papua. Kedua adalah jarak yang jauh dari kampung halaman. Ketiga, sumber daya manusia. Menurut saya yang sebenarnya mereka takutkan adalah ketakutan-ketakutan yang mereka ciptakan sendiri.
Benar di Papua daerah endemic Malaria, saya pernah merasakannya beberapa kali. Namun, dokter disini pun sudah berpengalaman mengatasi penyakit tersebut dan buktinya, saya (Puji Tuhan) masih hidup hingga tulisan ini dibuat.
Dan ternyata –setelah saya buktian sendiri– Papua tidak Seram, karena Seram bukan di Papua melainkan di sebelah utara Pulau Ambon, Provinsi Maluku :D
Akan tiba saatnya bagi saya untuk bercerita tentang keunikan Papua yang lain, tentang Pinang, Papeda, Danau Sentani, MacArthur, Epen dan yang lainnya. Yang utama sekarang, tanamkan di otak anda bahwa Papua it’s Amazing.
Semoga anda penasaran…
0 komentar:
Posting Komentar